Headlines News :
Home » , » Pengukuhan Mursyid TQN di Lombok

Pengukuhan Mursyid TQN di Lombok

Written By Unknown on Selasa, 13 Maret 2012 | 08.36.00

Tak terasa sudah setahun kunjungan ke Lombok dalam rangka Dakwah dan Silaturahim dengan Umat Islam di sana. Sambutan yang hangat tidak luntur, begitu yang kami rasakan sejak kaki menginjak bandara. Sapaan salam dan kehangatan senyuman sering kami terima, apalagi penampilan busana muslim yang kami kenakan memastikan ungkapan persahabatan mereka. Sejak penundaan keberangkatan pada malam hari, rombongan bergegas lebih awal dari Jakarta. Sejak subuh kami sudah berada di bandara Sukarno Hatta. Alhamdulillah, beberapa murid yang bekerja di sana cukup sigap membantu keberangkatan kami. Sebelum Jum’at diharapkan kami tiba di tempat penginapan, mengejar jadwal khutbah Syekh M. Fathurahman. Hampir setiap kali kedatangan ke Lombok kami memanfaatkan jadwal ibadah Jum’at tersebut. Sehingga ketika kami selesai Jum’at, ada yang menanyakan ke mana Bapak Syekh yang biasa mengisi ceramah (maksudnya Syekh al-Akbar M. Daud Dahlan). Pertanyaan tersebut membuktikan bahwa kehadiran kami selama ini diperhatikan selalu oleh masyarakat setempat. Setelah kami jelaskan, barulah keheranan mereka terlepas berganti dengan kedukaan yang mendalam. Ada sekitar satu jam persiapan kami menuju masjid Baitul Falah, tempat Syekh berkhutbah. Selama satu jam tersebut kami manfaatkan untuk ‘meluruskan kaki’ karena bekas perjalanan satu jam dari bandara yang cukup melelahkan. Pada khutbah tersebut, Syekh M. Fathurahman mengungkapkan pentingnya persatuan umat, karena adanya persamaan keimanan dan keislaman di antara kita. Hal ini direalisasikan dengan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan yang kurang mendasar (sepele) yang sering terjadi di antara sesama umat Islam. Umat Islam Lombok secara khusus yang berjumlah mayoritas, dengan semangat religi yang begitu tinggi dan umat Islam di Indonesia secara umum, mesti membuktikan bahwa Islam mampu berkembang dan maju dengan cara yang damai. Hal ini tercatat oleh sejarawan, bahwa masuknya Islam di Indonesia dengan cara yang damai, berbeda dengan masuknya Islam di berbagai belahan dunia pada masa dahulu. Ceramah Syekh M. Fathurahman yang sarat dengan motivasi persatuan umat ini ditekankan kembali pada moment-moment selanjutnya dalam agenda perjalanan dakwah Lombok. Pada malam Sabtu, di masjid Ash-Shiddiqy, di Karang Kelok (Mataram) telah dipersiapkan acara besar menyambut kedatangan Syekh M. Fathurahman dan rombongan. Sebagai tuan rumah adalah Tuan Guru Abdullah. Beliau pernah kami temui ketika berkunjung di Ponpes Al-Hafizhiyyah,setahun yang lalu. Saat itu beliau sudah mengundang kami untuk berkunjung k tempatnya jika datang lagi ke Lombok. Alhamdulillah keinginannya kali ini terpenuhi. Ba’da Isya, kami hadir di masjid tempat asal murid Syekh Abdul Karim Banten yang bernama TGH Muh. Shiddiq pertama kali mengembangkan Tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyyah di Lombok Tengah. Kami disambut dengan meriah dengan iringan sholawat dari majelis taklim kaum ibu yang tak henti-henti hingga kami memasuki ruangan masjid. Antusias kaum ibu begitu besar dengan kehadiran kami, karena jumlah mereka hampir sama dengan jumlah kaum Bapak di dalam masjid. Alunan ayat suci Ust. Muslih mengawali acara. Setelah ceramah Syekh mengajak jama’ah berdzikir dengan diawali muhasabah. Dzikir muhasabah ini sempat membuat jama’ah histeris dan hanyut ke dalam kekhusyu’an. Apalagi hujan besar yang berinterfal (kadang-kadang berhenti) mendukung suasana dzikir saat itu. Selesai acara kami dijamu oleh Tuan Guru Abu Bakar. Sosok yang berkacamata dan lincah ini tak henti-henti bercerita tentang apa yang ia tahu dan alami mengenai sejarah TQN yang dibawa pertama kali oleh ayahandanya, TGH M. Shiddiq. Pendiri Ponpes Al-Hafizhiyyah (yang belum lama wafat) yaitu TGH Abul Hafizh adalah murid terakhir yang masih hidup waktu itu (maksudnya tahun kemarin, usia 92 th). TGH Abu Bakar bercerita bahwa dahulu ia lama mendampingi TGH Abdul Majid (Pancor, Lombok Timur). Anaknya yang sekarang menjadi Gubernur NTB sejak muda hingga menikah pernah tinggal di rumahnya. Dan Walikota Lombok sekarang pernah lama tinggal di rumahnya pula. Tuan Guru Abu Bakar menyatakan maaf dan kecewa karena ketidakhadirannya. Adalah wajar jika ia sangat berharap dengan kehadiran kedua tokoh masyarakat Lombok yang pernah diasuhnya itu dalam acara ini. Namun ia maklum dengan kondisi dan waktu yang sangat terbatas untuk mempersiapkan acara kali ini. Seyogyanya ia membuat rancangan proposal acara terlebih dahulu sekaligus undangan kepada tokoh-tokoh Ulama dan Umara di lingkungan Selaparang, agar terlihat resmi (serius). Seperti kegiatan Haul ayahnya setiap bulan Zulhijjah, biasanya dihadiri oleh 3000 jama’ah. Menurutnya, untuk membuat acara besar keagamaan di lingkungan masjid Ash-Shiddiqi mesti ditandatangani oleh minimal 60 Tuan Guru setempat. Hal ini ditentukan agar tidak ada pihak yang menyalahgunakan kegiatan massal keagamaan di wilayah tersebut. Terakhir, kami berpose bersama sebelum meninggalkan rumahnya. Esok pagi jam 7, kami bersiap berangkat menuju Masjuring (Lombok Tengah), Pesantren Al-Hafizhiyyah. Di tempat penginapan kami hujan rintik sudah memberikan aba-aba akan turunnya hujan. Dan datang berita dari Masjuring (lokasi acara) bahwa sedang terjadi hujan lebat di sana. Akhirnya keberangkatan kami ditunda sejenak. Jam 8.30 WITA kami berangkat, hujan mereda hingga kami tiba di lokasi. Persiapan acara di Ponpes Al-Hafizhiyyah kali ini lebih serius (semarak) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini ditandai dengan berubahnya lokasi acara menjadi di lapangan pesantren (dahulu di dalam masjid). Kedua, tamu undangan yang hadir. Terlihat ada tokoh Ulama dan Umara yang sudah hadir sejak awal. Penyambutan luar biasa berulang di depan Ponpes Al-Hafizhiyyah sebagaimana tahun lalu. Saat kendaraan baru tiba, jama’ah yang hadir memburu Syekh M. Fathurahman. Mereka berebut mencium tangan Syekh, baik laki maupun perempuan, dari yang muda hingga nenek-nenek. Tanah yang agak becek karena hujan membuat perjalanan Syekh sempat mengalami kesulitan karena dihadang puluhan orang yang ingin bersalaman satu persatu. Acara di Ponpes Al-Hafizhiyyah sepenuhnya diserahkan kepada kami, bagaimana bentuk dan durasinya. Tapi ada dua acara inti yang mereka cantumkan berkenaan dengan kedatangan kami, yakni pengukuhan Tuan Guru Lalu Naqsabandi sebagai penerus kepemimpinan ayahnya yang telah wafat (TGH Abdul Hafizh) di depan seluruh jama’ahnya. Kedua, acara ziarah ke makam TGH Abdul Hafizh selesai acara. Di saat ceramah, hujan deras datang lagi menerpa hadirin yang berada di bawah tenda. Namun motivasi Syekh M. Fathurahman membuat jama’ah tetap mengikuti jalannya acara hingga selesai. ‘Jangan kalah dengan orang yang nonton bola atau nonton sinetron!’ Kata Syekh. Setelah acara dzikir dan muhasabah dilakukan acara yang banyak dinantikan, yakni prosesi pengukuhan Mursyid TQN Masjuring, Lombok Tengah. Seluruh hadirin mengikutinya dengan khidmat. Dalam acara tersebut sebuah kopiah dan kalungan tasbih disematkan kepada Tuan Guru Naqsabandi. ‘Jalinan utuh tasbih ini adalah sebagai simbol bahwa dzikir kita mesti bersambung terus menerus, tiada henti mengingat Allah! Sebuah kepemimpinan dalam Thariq (jalan) menuju kepada Allah tidak boleh terputus. Mesti dilanjutkan!’ Tegas Syekh. Selesai acara, kami diajak ke makam TGH Abdul Hafizh yang telah berpulang beberapa bulan yang lalu. Tidak menyangka bahwa setahun yang lalu merupakan pertemuan fisik yang terakhir kali dengannya. Dan kami masih ingat ketika sehari setelah datang berkunjung, keesokkan harinya, Lalu Naqsabandi (anaknya) mengabarkan bahwa ayahandanya tersebut tidak bisa tidur karena terbayang-bayang terus (rindu) dengan Syekh M. Fathurahman. Subahanallah! Seusai acara, jama’ah berhamburan menghampiri Syekh M. Fathurahman di dekat podium. Panitia tidak kuasa mencegah mereka. Tanah becek karena diguyur hujan tidak menyurutkan keinginan mereka untuk menyentuh tangan Syekh. Demikianlah respon jama’ah Al-Hafizhiyyah dengan kehadiran Beliau. Syekh M. Fathurahman menyatakan, ‘Karamah yang paling besar abad ini adalah penerimaan (sambutan) terhadap dakwah Utusan Allah (Al-Ulama). Bagaimana bukan karamah, dahulu para Rasul mendapatkan tantangan luar biasa, berupa cacian, hinaan, cemoohan, dan kalimat dakwah dianggap omong kosong oleh mereka. Kalau saat ini ada yang menyambut dakwah Pewaris Nabi, maka itulah yang namanya karamah yang besar pada abad ini, yang langka dialami oleh para Utusan Allah pada masa lalu. ‘Tarekat kita juga bisa disebut Tarekat Al-Idrisiyyah Qadiriyyah atau Al-Idrisiyyah Syadziliyyah atau Tarekat Al-Idrisiyyah Sanusiyyah. Karena Tarekat kita mencakup 40 tarekat[1]’ ungkap Syekh Akbar M. Dahlan. ‘Dan pernyataan ini terealisasikan pada masa sekarang. Apalagi ada silsilah Kubra yang menyampaikan silsilah keguruan Syekh Abdul Aziz ad-Dabbagh kepada Syekh Abdul Qadir Jaelani Qs. ‘Penyebab connect (nyambung)nya pimpinan TQN dengan Syekh Mursyid Al-Idrisiyyah adalah karena mereka memiliki hati yang bersih’ demikian penilaian Syekh M. Fathurahman. Setelah berziarah, kami dijamu oleh tuan rumah dengan kuliner khas Lombok. Tampak dalam satu majelis, rombongan pejabat polisi Lombok Tengah yang sejak awal mengikuti terus acara hingga selesai. Hidangan jamuan dibawa menggunakan nampan besar yang berisi lauk pauk di atas sebuah piring. Satu nampan itu diperuntukkan hanya untuk 2 orang. Cukup menyenangkan bukan!? Rasa masakan khas Lombok kebanyakan akrab di lidah kami. Bagi lidah yang sudah terlatih, akan bisa membedakan keunikan rasa daging sapi yang dikemas menjadi sate atau sop balungan. Atau rasa kangkung yang diolah dengan pelecing. Atau sayur ares dari sumbu batang pisang. Pasti membuat ketagihan datang lagi ke sana. Siang hari tidak kami sia-siakan menikmati pantai Senggigi yang indah. Kami berkeliling mencari wilayah pantai untuk menyelam (Snorkling). Keindahan alam, air laut yang bersih dan jernih membuat kami betah berlama-lama diterpa ombak kecil di pantai. Cuaca tidak terlalu terik karena habis hujan menambah kenikmatan bergaya bagai ikan. (Sayang airnya asin ...!) Kali ini jadwal penerbangan kami on time, baik berangkat maupun kepulangan dari Lombok dan tidak ada barang bagasi yang tertinggal seperti tahun lalu. Saat kami sedang berada di ruang tunggu, Tuan Guru Lalu Naqsabandi datang ingin bertemu dengan Syekh M. Fathurahman, beliau menyampaikan salam perpisahan dan permohonan do’a serta bimbingan. Adalah suatu kebetulan wilayah bandara yang baru kali ini berdekatan dengan lokasi Ponpes Al-Hafizhiyyah, Masjuring. Konon, bandara Lombok Tengah ini diproyeksikan sebagai bandara Internasional di kemudian hari. Dengan bertambah dekatnya bandara Lombok ini dengan lokasi Ponpes Al-Hafizhiyyah, seolah mengisyaratkan bertambah dekatnya hubungan TQN Al-Hafizhiyyah dengan Al-Idrisiyyah Al-Qadiriyyah di masa mendatang. Oleh-oleh yang kami bawa adalah mutiara khas Lombok, kerupuk ceker, dan kangkung! Ada yang bertanya ‘Ngapain sih bawa kangkung? Jauh-jauh, di sini juga banyak!’ Beda dong bu, pak! Kangkungnya kan naik pesawat! ... (besanda) Laporan kunjungan ke Lombok dicukupkan sampai di sini. Semoga menambah info dan wawasan. Siapa tahu kita bisa ikut lagi bulan atau tahun depan. Sesuai ungkapan iklan ‘Sudah pergi sanna! Ada jadwal dakwah spesial tuh!’ Lq, 12 Mar ‘12 [1] Lihat Kitab Salsabil Mui’in Fii Tharaiqil Arba’in, karya Syekh M. Bin Ali as-Sanusi. Sumber : http://www.al-idrisiyyah.com/read/article/295/pengukuhan-mursyid-tqn-di-lombok
Share this post :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Blog alidrisiyyah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger