Selasa, 30 April 2013
Al-Idrisiyyah Bantah Sesat
Idrisiyyah Bantah Sesat
Syekh M. Fathurahman, bersama kuasa hukum dan pengurus ponpes, saat menggelar jumpa pers di Sekretariat Al-Idrisiyyah, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasimalaya, Minggu (28/4).
TASIK, (KP).-Pimpinan Pondok Pesantren Al-Idrisiyyah, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Syekh M. Fathurahman, membantah bila ajarannya dianggap sesat. Bantahan itu diungkapkan berkaitan dengan adanya pemberitaan yang menuduh ajarannya diduga menyebarkan aliran sesat (“KP”?Sabtu, 27/4).
Syekh M. Faturahman juga mengaku tidak diundang dalam musyawarah dan silaturahmi antar-ulama, Pemerintah dan tokoh masyarakat dengan tema “Damai tanpa Maksiat dan Ajaran Sesat” yang digagas Ikatan Kiai Muda (IKM) Kota Tasikmalaya, di Gedung Dakwah Islamiyah, Jalan Masjid Agung Kota Tasikmalaya itu.
Dengan demikian, musyawarah itu hanya sebuah momen untuk membentuk opini saja, karena tidak membahas alasan kenapa Idrisiyyah sesat.
Dijelaskan M. Faturahma, Al-Idrisiyyah berdiri sejak tahun 1932 dengan corak manhaj tarekat bergerak di bidang pendidikan dakwah, dan ekonomi Islam. Saat ini pergerakan Al-Idisiyyah berkembang dan tersebar hampir di seluruh Indonesia di berbagai negara.
Idrisiyyah termasuk tarekat-tarekat mu’tabaroh dunia sebagaimana kitab Salsabil Mu’in fi Thoro’iqil dan termasuk anggota Jamiyah Tarekat Mu’tabaroh Indonesia (Jatmi).
“Pernyataan Al-Idrisiyyah diduga sesat dari beberapa orang adalah pernyataan yang berdasar hanya kepada opini dan persepsi. Karena itu bukan dari narasumber beserta kitab-kitab referensi AlIdrisiyyah itu sendiri yang bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Syekh M. Faturahman dalam jumpa pers di Sekretariat Ponpes Al-Idrisiyyah di Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Minggu (28/4).
Menurutnya, yang menyampaikan pernyataan Al-Idrisiyyah sesat belum pernah melakukan tabayyun (klarifikasi) kepada pihak Al-Idrisiyyah. Padahal melakukan tabayyun adalah sebagai langkah awal yang diajarkan di dalam Alquran.
“Mereka mengedepankan dugaan buruk (su’udzon) dengan mengeluarkan pernyataan dugaan Al-Idrisiyyah sesat. Sementara mereka mengakui belum melakukan kajian. Maka hal tersebut akan mengembangkan buruk sangka, bahkan fitnah di antara umat Islam. Dan itu sangat dilarang di dalam Alquran,” kata M. Faturohman.
Dugaan dan tudingan mereka, lanjut dia, sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Akan tetapi sampai hari ini kami belum menerima dan membaca satu dalil pun dari dugaan itu.
Pihaknya menerima dugaan itu dengan sabar dan menahan diri demi menjaga kehormatan Islam dan umatnya.
“Kami meminta kepada mereka untuk melakukan mudzakarah, munadzoroh-mujadalah (debat ilmiah) dengan pihak kami supaya memperjelas mana yang lurus dan sesat,” tegasnya.
M Fathurahan juga membantah, dugaan-dugaan yang dituduhkan seperti adanya tudingan tiga kalimat Syahadat. Dia menilai tudingan itu fitnah, karena yang diajarkan adalah doktrin dua kalimat syahadat sebagaimana yang diajarkan di dalam Alquran dan As Sunah.
Selain itu, dia juga membantah konsep Mahabbah wa Taslim yang menuduhkan setiap santri harus memberikan kehormatannya kepada sang guru. Padahal, konsep tersebut adalah mencintai dan tunduk kepada mursid dalam batasan-batasan yang ditentukan didalam syariat Islam.
Sementara dalam penggunaan gelar, dia mengaku, khalifah Rosul dalam perspektif tasawuf adalah pembimbing dalam agama yang memberikan petunjuk yang lurus yang bersumber dari Alquran dan As Sunah sebagaimana dalam kitab Ihya Ulumudin karangan Imam Ghazali, kitab Al Hukumah Al Bathiniyah karangan Dr. Hasan Muhamad as Syarqowi dan kitab yang lainnya.
Sementara itu, kuasa hukum Ponpes Al-Idrisiyyah, Feldy Taha, SH mengaku, permasalahan ini sebenarnya sudah lama dilaporkan kepada pihak kepolisian dan MUI. Namun selama ini, khususnya kepolisian yang berkaitan dengan laporan tentang adanya tindak pidana seperti adanya aksi pengrusakan dan fitnah belum ditangani secara serius. Pihaknya mendesak pihak kepolisian untuk segera menangani kasus ini secara serius, karena jika tidak ditangani secara serius akan memunculkan konflik horizontal. E-18***