Selasa, 9 Desember 2014
Kisah Teladan
Tunduk
Budak yang Amanah
Pada zaman Bani Israil di kota Marwu ada seorang laki-laki yang bernama Nuh bin Maryam, pemimpin sekaligus hakim di sana. Ia seorang kaya, berpengaruh dan teman-temanya banyak. Ia mempunyai anak gadis yang sangat cantik, anggun, dan sempurna fisiknya. Banyak pembesar, pemimpin dan hartawan melamarnya, tapi tidak diterima karena bingung dengan siapa anaknya mesti dinikahkan.
Nuh bin Maryam mempunyai budak hitam yg bernama Al Mubarok yg ditugaskan menjaga kebunnya yang luas. Suatu ketika budaknya diperintah untuk memetik standan anggur ke hadapan tuannya. Namun yg dibawanya masih mentah. Akhirnya disuruhnya untuk memetik lagi. Tapi Al Mubarok membawa anggur yang masih mentah lagi. Berkali-kali diperintahkan oleh tuannya, dan berkali-kali itu pula ia membawa anggur yang masih mentah.
Dengan penuh keheranan tuannya berkata, “Mengapa kamu memetik yang mentah padahal buah di kebun banyak, pasti ada yang matang?” Nuh bin Maryam mempunyai budak hitam yg bernama Al Mubarok yg ditugaskan menjaga kebunnya yang luas. Suatu ketika budaknya diperintah untuk memetik standan anggur ke hadapan tuannya. Namun yg dibawanya masih mentah. Akhirnya disuruhnya untuk memetik lagi. Tapi Al Mubarok membawa anggur yang masih mentah lagi. Berkali-kali diperintahkan oleh tuannya, dan berkali-kali itu pula ia membawa anggur yang masih mentah.
“Tuan, saya tidak bisa membedakan mana buah yang masak dan yang mentah!”
“Subhanallah, kamu tinggal di sini selama 2 bulan dan sampai sekarang belum bisa membedakan mana yang mentah dengan yang matang?” Tanya tuannya setengah tidak percaya.
“Tuan, saya tidak pernah mencicipi sedikitpun!” jawabnya.
“Mengapa kamu tidak memakannya?” tanya tuannya
“Tuanku, Anda menyuruh saya untuk menjaganya, bukan untuk memakannya. saya tidak ingin khianat dan menyimpang dari perintah tuan!” katanya lugu.
Begitu mendngar pengakuan budaknya dalam hatinya ia memuji ketinggian agama dan sifat amanahnya. Lalu ia berkata, “Saya tertarik kepadamu, saya akan mengatakan sesuatu kepadamu dan kamu harus menuruti apa yg aku katakan!”
“Tentu tuan, saya akan taat kepada Allah dan anda sebagai tuanku”.
Sang Hakim kemudian berkata, “Saya mempunyai anak gadis yang cukup cantik dan banyak orang besar dan pemimpin yang melamarnya, akan tetapi saya tidak tahu dengan siapa saya harus menikahkannya, sekarang bagaimana pendapatmu?”
“Tuanku, orang-orang pada masa jahiliyah senang dengan nenek moyang, keturunan, tradisi dan kekayaan. Orang-orang yahudi dan nasrani senang dengan kecantikan dan kegagahan. Sedang pada zaman Rosulullah yg dikehendaki adalah agama dan ketakwaan. Sedangkan pada masa sekarang ini orang-orang senang terhadap harta dan pengaruh. Silahkan pilih mana yang tuan inginkan!”
“Kalau begitu saya pilih agama dan ketakwaan dan saya ingin menikahkanmu dg anak saya karena saya menemukan agama dan ketakwaan pada dirimu” katanya berseri-seri seakan menemukan apa yg selama ini ia cari.
“Tuanku, saya ini hanyalah budak hitam. Anda membeli saya dengan harta anda, lalu bagaimana mungkin anda menikahkan saya dengan putri anda, dan bagaimana putri anda mau dengan saya?”
“Gampang, sekarang berdirilah, ikut denganku pulang ke rumah!”
Setelah sampai di rumahnya, sang hakim berkata kepada istrinya, “Budak ini saleh, agamanya tinggi dan taqwa. Saya ingin menikahkannya dengan putri kita, bagaimana pendapatmu?”
“Terserah engkau suamiku, akan tetapi saya akan memberitahukan anak kita terlebih dahulu, setelah itu saya akan kembali”. Setelah mendengar penjelasan dari sang ibu, putrinya berkata, “Terserah bapak dan ibu, saya tidak akan menolak dan tidak menentang”.
Akhirnya keduanya menikah dan melahirkan seorang anak yang diberi nama Abdullah, yang kelak menjadi seorang Wali Allah yang terkenal dengan karamah dan kedermawanannya, yakni Abdullah bin Mubarok.(lq)
Sumber : An Nawadir, Al Qalyubi