Maqamat adalah tiang penyangga atau pilar-pilar rohani yang menghubungkan fondasi dengan atap, bumi dan langit, dunia dan akhirat, aqidah dan syariat.Maqamat ini akan berbuah kekuatan menjalankan syariat agama dan ikhlas menjalankannya.Buah-buah maqamat ini dalam ilmu tasawuf disebut dengan istilah mawahib atau anugerah.Mawahib ruhiyah menjadi spirit bagi manusia dalam menjalankan perintah-perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangan-Nya.
Manusia adalah sebaik-baiknya ciptaan Allh Swt, "Sesungguhnya Kami (Allah) telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS At-tiin[95]: 4). Sebagbai al-insan, manusia terdiri atas dua unsur: jasmani dan rohani. Pada fitrahnya manusia sangat membuutuhkan agama Allah Swt, sebagaimana ikan membutuhkan air untuk kehidupannya. Apalagi penciptan manusia "matching"(cocok/pas) dengan aturan yang terkandung didalam syariatnya. Apabila manusia melaksanakannya dengan benar, maka jaminan keselamatan dunia dan akhirat akan dia peroleh. Sebaliknya, jika fitrah beragama dalam rohani tercemar, secara perlahan manusia akan menjauhi agama Allah Swt. Jika pencemaran ini terus dibiarkan, maka akan menjadi racun yang mematikan fitrah itu sendiri. Rusaknya fitrah lantaran membiarkan diri hanyut dalam sungai dosa. Manusia lebih peka dengan penyakit dibadannya, ketimbang penyakit di hatinya. Alih-alih menyelamatkan diri, dia asyik masuk tenggelam dalam kegelapan sampai mabuk. Bagaimana mungkin orang yang mabuk bisa menggunakan petunjuk atau mendengarkan nasihat?
Allah Swt yang menciptakan manusia, maka Dia paling tahu apa yang sesuai untuk jalan hidupnya. Firman Alla Swt: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetap atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada Fitrah Allah, (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".(QS Ar-Rum[30]:30)
Dalam surat Al-Baqarah[02]ayat 208, Allah Swt menyerukan: "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu," Adapun langkah pertama insan untuk masuk islam secara kaffah (totalitas), harus membersihkan diri secara lahir dan batin terlebih dahulu.
Peroses ini dalam ilmu tasawuf disebut tazkiyah an-nafs. Inilah keyakinan yang lurus, namun sedikit sekali yanng mengetahui. Upaya pembersihan diri manusia ini melalui dua cara yang simultan (terus menerus dan serempak). Pertama, taubat dari segala dosa. Baik dosa besar maupun kecil, dosa lahir maupun batin. Kedua, menghilangkan penyakit-penyakit hati seperti nifaq, ragu-ragu kepada agama Allah Swt, hasad, riya, sum'ah, dan lainnya.
Pada ayat lainnya, Allah Swt mengimformasikan: "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah tambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang00 pedih, disebabkan mereka berdusta." (QS,Al-Baqarah[02]:10)
Selain membersihkan jiwa dari penyakit hati yang menerpa orang-orang munafik, maka seorang muslim harus menundukan keegoannya (al-hawa). Seorang muslim hsrus menjinakkan nafsunya yang akan melahirkan sifat ke akuan seperti: sombong, ujub, gila penghormatan, dan lainnya. Harus rajin merawat diri dari sifat negatif dan desakan biologis berlebihan (as-syahwat).
Logikanya seseorang baru bisa melihat mukanya sendiri dengan bantuan cermin. Begitupun dalam rohani, seseorang tidak akan mampu mengetahui kondisi batinnya sendiri. Dia baru bisa mengetahui batinnya itu bersih atau kotor, setelah bercermin. Sepatutnya, bercermin kepada figur uswah hasanah sebagai Petugas Allah, mereka adalah para Nabi dan Rasul juga para khalifahnya setiap masa.
Tazkiyah an-nafs inilah yang akan membangkitkan potensi ketakwaan dalam jiwa manusia, ketika potensi fujur dibersihkan. Sebagaimana sinyalemen Allah Swt dalam QS Asy-Syams[91]:7-10: "Dan jiwa serta penyempurnanya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya".
Namun, amat keliru bila berpuas diri setelah jiwa merasa bersih. Sepatutnya setelah potensi ketakwaan ini melewati fase pembersihan yang intens, wadah tersebut diisi dengan benih-benih kebaikan. Benih yang akan menumbuhkan keimanan sebagai sumber ketakwaan. Proses menghiasi hati -yang telah dibersihkan dengan berbagai hal-hal yang baik dan terpuji- ini dalam ilmu tasawuf disebut dengan istilah "tashfiyah al-qalb".
Sejatinya hati manusia (al-qalb) tempat tumbuh dan berkembangnya iman, sebagaimana diinformasikan dalam QS Al-Hujurat [49]:14: "Orang-orang Arab badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah "kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu".
Proses menghiasi hati ini diawali dengan riyadhlah (
latihan) ruh. Proses ini selain rutin juga harus dalam bimbingan seorang pemandu (mursyid). Bimbingan itu berupa talqin dzikir, ijazah wirid, dan membaca Al-Quran. Qalbu akan menjadi indah karena diwarnai oleh corak kemuliaan yang terkandung dalam nama-nama Allah Swt dan kalam-Nya.
Hati yang bersih adalah wadah yang menampung keimanan. Ketika podasi keimanan ini kokoh, maka iman menjadi pilar yang menopang bangunan. Pilar-pilar keimanan ini disebut dalam ilmu tasawuf dengan istilah maqamat. Maqomat adalah tiang penyangga atau pilar-pilar rohaniyang menghubungkan fondasi dengan atap, bumi dan langit, dunia dan akhirat, akidah dan syariat. Di antara pilar-pilar rohani tersebut adalah maqam al-faqru, as-syukru dan az-zuhdu, as-shabru dan al-khauf, at-tawakal dan husnudzAn, al-mahabbah dan al-isyq, al-ikhlas dan al-istiqomah, zikrul maut dan cinta akhirat.
Maqamat ini berbuah kekuatan menjalankan syariat agama dan ikhlas menjalankannya. Buah-buah maqamat ini dalam ilmu tasawuf disebut dengan istilah mawahib atau anugerah. Mawahib ruhiyah menjadi spirit bagi manusia dalam menjalankan perintah-perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangan-Nya.
Namun, seseorang yang mendapat mawahib tidak dibenarkan larut di dalamnya, karena mawahib ini sebagai "mu`ayyadah" (penguat) bagi pengamalan syariat. Jika pengamalan syariat terus menerus dibantu oleh mawahib, maka dimanakah letak usaha manusia dalam meraih ridla Allah Swt? Hal ini dicontohkan oleh Nabi Saw, yang menerima mawahib terbesar berpa perjalanan Isra wal Mi`raj. Meski demikian, Nabi Saw tidak asik dengan mawahibnya. Tidak lantas lupa dengan tugasnya sebagai utusan Allah Swt di dunia. Maka seseorang yang dibimbing oleh mursyid ketika mendapatkan mawahib akan mampu mengaplikasikan dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah Swt dan khalifah di muka bumi. Inilah yang menjadi catatatn penting: Adanya mawahib bukan malah menjadi antisosial apalagi malas berdakwah! pada fase inilah seorang sufi sering tertipu.
Mawahib bersifat rasa (dzauq) di dalam hati sehingga tidak akan komprehensif untuk mendefinisikannya. Coba bagaimana cara menjelaskan rasa manisnya madu dengan gula, atau menjelaskan warna merah pada orang buta? Tentu akan sulit diverbalkan. Mawahib ini termasuk wilayah hakikat yang tidak bisa diajarkan kepada sembarang orang. Mawahib hanya tidak dirasakan langsung ketika seseorang berpegang teguh kepada syariat agama Allah Swt.
Adapun diantara bentuk mawahib yang dinformasikan dalam Al-Quran dan Al-Hadis serta Atsar Sahabat adalah: al-khusyu`, al-wijd, al-jadzbah, al-kasyf, at-tajalli, al-fana, al-mahabbah, al-ma`rifat.***
Kabar Priangan edisi Jumat (05/08/2016)
(Sumber: Kabar Priangan edisi Jumat (05/08/2016))/http://www.al-idrisiyyah.com/read/article/797/mengenal-istilah-maqomat-dalam-ilmu-tasawuf/