Headlines News :
Home » » Acara di Majelis Darut Taqwa (Marwa), Pulo Nangka

Acara di Majelis Darut Taqwa (Marwa), Pulo Nangka

Written By Unknown on Senin, 28 Maret 2011 | 15.49.00

Ketika kami sampai di lokasi acara Haul dan Milad Majelis Darut Taqwa yang disingkat dengan ‘Marwa’. Ratusan jama’ah sudah memadati tempat acara di sepanjang Jalan Pulo Nangka Barat 2. Saat turun dari mobil, Syekh beserta rombongan diarak oleh marawis menuju masjid Al-Maghfiroh, di mana panggung acara berada di depannya. Seperti biasa, begitu datang Alim Ulama para jama’ah yang dekat dengan posisi lewat kami menyalami atau mencium tangan Syekh satu persatu sebagai rasa ta’zhim mereka. Hingga akhirnya panitia menempatkan kami di ruangan khusus dalam masjid untuk pengisi acara. Di situ sudah hadir para Ulama yang menunggu giliran mengisi acara. Tampak di sebelah kiri mimbar, KH Mundzir Tamam (ketua MUI DKI), KH. M.d Amin Nur MA (Ketua MUI Bekasi), KH. Nur Anwar (pimp. Ponpes At-Taqwa), dll. Menyusul kemudian Habib Hud bin Bagir Al-Athas (Otista) dan KH. Abdur Rasyid Abdullah Syafi’i (pimp. Asy-Syafi’iyyah). Acara yang sudah berjalan sejak pagi hari itu menghadirkan puluhan penceramah yang masing-masing diberi ‘jatah’ waktu 15 menit saja. Ada yang berceramah mengungkapkan, ‘Saya baru menyebutkan para Ulama yang hadir dan pengantarnya saja sudah 14 menit! Satu menit lagi sudah habis nih!’ disambut dengan gerr yang hadir. Ada satu hikmah yang dipetik dari ceramah Kiyai ini, yaitu tentang ikhlash. Ketika Nabi Saw ditanya oleh sahabat tentang apa itu ikhlash, Beliau Saw menjawab, ‘Ikhlash itu adalah seperti engkau membuang hajat dan engkau tidak melirik lagi kepadanya!’ Kalimat sederhana ini mengingatkan kepada petuah Syekh Akbar terdahulu yang ditanamkan kepada murid-muridnya. Bahwa jika kita berinfaq atau bersedekah, terserah yang menerimanya. Apakah mau digunakan pribadi kah, konsumtif kah, untuk hal apapun atau dibuang ke laut! tidak perlu diungkit-ungkit (disebut-sebut) lagi pemberian itu. Sewaktu KH. M. Amin Nur sedang berceramah, kami sibuk memposisikan diri di ruangan masjid 12 x 12 m itu. Sesudah berceramah Beliau bercengkerama dengan Syekh M. Fathurahman. Setelah KH Wahyudin Anwar (pim. Pusat Darut Taqwa) ceramah, selanjutnya Syekh M. Fathurahman naik mimbar. Dengan gaya orasi dan materi yang berbeda dengan penceramah sebelumnya, Syekh M. Fathurahman menggulirkan kalimat demi kalimat, menjalin pokok bahasan ceramah yang begitu luas judulnya tapi sangat singkat waktunya, hanya 15 menit. Tema ceramah Beliau: Syari’at, Thariqat dan Hakikat menggapai masyarakat madani. Di awal pembahasan Syekh M. Fathurahman mengungkapkan bahwa kita mesti bersyukur telah dilimpahkan jalan dan pedoman mengarungi bahtera kehidupan, yaitu Dinul Islam. Dinul Islam ini tidak lepas dari 3 pondasi Syari’at, Thariqat dan Hakikat. Pelaksanaan ibadah kita bertumpu kepada 3 dasar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Saat kita melaksanakan shalat, puasa atau lainnya mesti didasari oleh 3 pilar dasar ini. Syari’at merupakan aturan yang diturunkan Allah (maa anzalallah). Umat Islam tidak akan dihinakan Allah di akhirat, maupun direndahkan di dunia oleh orang-orang kafir jika kembali kepada tuntunan yang telah Allah turunkan kepada para utusan-Nya. Para Utusan Allah itulah yang menjadi pembimbing umat di setiap masa. Namun saat ini tidak ada lagi Nabi setelah Nabi Muhammad Saw. Kalau ada, namanya Nabi kesiangan! Yang ada adalah Al-Ulama yang merupakan Pewaris setelah berlalunya para Nabi. Saat ini banyak Alim Ulama dan Habaib di tengah-tengah kita. Kita mesti sering-sering semajelis dengan mereka. Dekat dengan Al-Ulama dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Majelis ini laksana Mall. ‘Ibu-ibu, Bapak-bapak, kalau kita ke Mall kita mesti bawa uang sedikit atau banyak? Mana yang lebih kita pilih, belanja yang banyak atau sedikit?’ tanya Syekh. Dengan suasana komunikatif, ceramah yang padat isi tapi interaktif itu berjalan dengan serius tapi santai menikmatinya. Syekh Fathurahman menegaskan bahwa kita mesti membawa sebanyak-banyaknya manfaat sepulang dari majelis ini. Kita akan membawa banyak oleh-oleh ke rumah dari banyaknya Ulama yang hadir saat ini. Maka janganlah kita sia-siakan kesempatan. Selanjutnya, Thariqat merupakan aplikasi atau pelaksanaan dari aturan yang telah ditetapkan Allah tadi. Islam bukan hanya untuk diseminarkan tapi untuk diamalkan, mulai dari yang terkecil yang bisa kita lakukan. Pelaksanaan ini mesti melalui pemandu atau pembimbing. Dalam hal ini Al-Ulama yang telah hadir di tengah-tengah kita. Kita mesti memadukan 3 ilmu pula, Tauhid, Fiqih dan Tasawuf jika amal kita ingin sempurna hasilnya. Contoh aplikasi hukum Allah adalah masalah Thaharah. Coba kita perhatikan di berbagai kitab Fiqih, Bab apakah yang pertama kali dipelajari? Hadirin serentak menjawab ‘thaharah’ (bersuci)! Sejauh manakah kita sudah menerapkan disiplin thaharah dalam kehidupan kita? Syekh lalu bercerita, ‘Ketika kami datang ke Hongkong beberapa hari yang lalu atas undangan Serikat Pekerja dan Islamic Union, terlihat pemandangan berbeda antara negara kita dengan mereka. Meskipun masyarakat di sana aslinya bukan beragama Islam, tapi dari sisi kebersihannya sangat Islami. Di sana masyarakatnya begitu tertib dan disiplin. Mereka tidak berani melanggar aturan semaunya. Mereka yang merokok tidak sembarangan. Kalau tidak ada tong sampah mereka tidak bisa merokok. Jika kedapatan buang puntung rokok sembarangan, maka ia akan didenda 5 juta. Tidak ada polisi, yang ada cuma ada alat Cctv yang mengawasi. Kita sebagai umat Islam sudah mengakui bahwa kebersihan itu bukan seata-mata aturan manusia, tapi aturan Allah! Yang melihat bukan Cctv lagi, tapi malaikat Raqib dan 'Atid! Mengapa umat Islam tidak tunduk dengan Aturan Kebijakan Allah?! Jika umat Islam ingin dimuliakan dan diangkat derajatnya oleh Allah, maka kita mesti masuk dengan kaffah, menjalankan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya. Itulah yang dinamakan Thariqah. Wa-allawistaqoomuu 'alath thoriiqoti la-asqoynaahum maa-an ghodaqoo. Seandainya seseorang istiqamah (konsisten) dalam menjalankan agama (Islam) maka Allah akan memberikan air yang sejuk ke dalam jiwa. [Q.S. Jin: 16] Kita sebagai umat Islam belum bisa menerapkan kebijakan Allah dalam masalah mendasar seperti thaharah, maka wajar jika kita masih terpuruk dengan berbagai masalah karena belum berpihak dengan kebijakan Allah. Marilah kita terapkan sedikit demi sedikit aturan-aturan Allah. Kita kembali kepada Allah dan mengembalikan segala urusan kepada-Nya. Kita curhat hanya kepada Allah, bukan kepada manusia. Kebanyakan orang-orang selalu mengungkapkan masalah kepada lainnya. Kalau tidak diceritakan (curhat) rasanya dadanya sesak dan kepalanya pusing. Padahal Allah sebaik-baik tempat curhat. Maka jadikan shalat tahajjud sebagai tempat pelampiasan curhat kita kepada Allah di seprtiga malam akhir. Di Idrisiyyah seluruh jama’ah digerakkan untuk bangun malam menghadap Allah di kala manusia sedang tidur lelap (lalai). Hakikat adalah buah dari Syari’at dan Hakikat. Jika tidak mendapatkan buah dari keduanya maka apa yang kita lakukan adalah sia-sia. Sedikitnya ada 3 hasil yang merupakan hakikat (buah) dari amal kita. Yang pertama, ditipiskannya dinding (riqqatul hijab) penghalang kita kepada Allah. Kedua, diampuni dosa-dosa kita yang telah lalu dan kita tidak kembali lagi kepadanya (jurang dosa). Ketiga, terjaga dan terpeliharanya kita dalam taat kepada Allah. Demikian intisari ceramah Syekh M. Fathurahman Ceramah Syekh M. Fathurahman memiliki retorika menarik dan pembahasan tersusun (terstruktur) dari awal hingga akhir meski hanya 15 menit. (Sayang rekamannya gagal disimpan karena error MP3-nya). Awal ceramah saya perhatikan masih ada suara ngobrol di ruangan masjid. Tapi di tengah ceramah hingga akhir, seluruh hadirin menumpahkan perhatian kepada isi ceramah Syekh. Termasuk para Kiyai yang berada di ruangan mimbar, duduk termenung menghentikan pembicaraannya. Ketika Syekh kembali ke ruangan dalam Habib Hud mengomentari, ‘Ahsantum!’ beberapa kali sambil tersenyum. Selepas acara, Syekh dijamu bersama di kediaman pengurus majelis Darut Taqwa yang tidak jauh dari tempat acara. Di sanalah kami bercengkerama dengan tokoh-tokoh Ulama, di antaranya adalah KH. Mundzir Tamam, ketua MUI DKI Jakarta. Beliau sudah sepuh, usianya mungkin lebih dari 70 tahun, jalannya dipapah oleh asistennya menuju tempat perjamuan. KH Mundzir setelah menanyakan identitas dan lokasi majelis Idrisiyyah, menyatakan bahwa ia sudah mengenal Idrisiyah sejak lama dan pernah bertemu di Lampung dalam suatu acara kongres Ulama bersama Ulama Lampung. Syekh menceritakan sedikit sejarah masuknya Idrisiyyah, dan kaitan Syekh Abdul Fattah dengan tokoh Ulama Betawi seperti Muallim Syafi’i Hadzami (muridnya) dan Habib Ali Kwitang (mertuanya). KH Mundzir Tamam menceritakan kondisi fisiknya yang tidak muda lagi, rapuh dengan penyakit di usia tua. Lalu Beliau memohon doa kepada Syekh M. Fathaurahman agar diberi kekuatan mengemban tugas selaku Ulama, dan Syekh mengangkat tangan, berdoa sekaligus mengakhiri pertemuan jamuan para Kiyai tersebut. Saat pamit, Syekh M. Fathurahman menghampiri Ulama sepuh tersebut dan Kiyai Mundzir memberikan no Hp pribadi miliknya. Ustadz yang mendampingi Beliau selama acara tidak dikasih saat ia memintanya. ‘Itu spesial, tidak untuk yang lain!’ ujar Kiyai Mundzir. Sebelumnya KH. Anwar dari Bekasi meminta no. Hp Syekh sehabis bercengkerama sebelum acara. Ust. Baharudin MA, salah seorang murid yang juga menjadi Sekretaris Majelis Darut taqwa mengungkapkan keinginan para pengurus majelis dzikir di sana semuanya untuk dibimbing riyadhah dzikir oleh Syekh M. Fathurahman agar memiliki pedoman, bimbingan dan wawasan lebih dalam berdzikir. Keinginan ini tentu disambut baik oleh Syekh. Usai acara Syekh mampir ke Pulomas, tempat pacuan kuda. Dalam beberapa bulan ini Syekh Fathurahman sedang antusias berlatih menunggang kuda. Hal ini merupakan bagian dari Sunnah Rasul. Bahkan Beliau Saw menganjurkan kita mendidik anak-anak sejak dini dengan memanah, berenang, dan menunggang kuda. ‘Ajarilah anak kalian naik kuda dengan satu lompatan!’ demikian hadits Nabi menyebutkan. Saat tiba di lokasi, di gelanggang sedang seru-serunya berlangsung pertandingan memperebutkan beberapa piala. Rombongan kami tiba di depan arena mencari seorang yang terkenal sebagai pemelihara dan tukang jual beli kuda di sana. Banyak penonton menatap ke arah kami. Sesekali ketika kami lewat ada orang yang menyapa kami dengan salam, ‘Assalaamu’alaikum!’ dan selalu kami jawab ‘Wa’alaikum Salam!’ Setelah bertemu dengan orang yang dicari, kami menengok langsung ‘pesantren kuda’. Puluhan kuda telah dipersiapkan untuk menghadapi pertandingan. Kami diperkenalkan dengan ‘santri-santri’ kuda. Setiap kuda mempunyai nama. Si Jambrong, Si Black, dll. Ada yang lokal maupun interlokal (Luar negeri maksudnya). Ada beberapa kuda yang tidak boleh terlalu dekat kita melihatnya, ia bisa menggigit kuping (mungkin disangka daun kale! Tapi benar sih ‘daun telinga’ namanya). Baik lokal maupun kuda impor, makanannya semua sama! Rumpuut! Tidak ada makanan tambahan spesial lain. Pembicaraan seputar kuda jantan yang akan dipasangkan dengan kuda betina di pesantren dimulai. Kami mendapatkan no kontak relasi yang menjual kuda, dari personal sampai tempat peternakannya berkat keterbukaan Pak Gandi, selaku pengurus dan ‘broker’ jual beli kuda di Pulomas ini. Kebetulan dia orang Bandung, sehingga pembicaraan pun semakin akrab. Sepulang dari lokasi menuju parkir, di depan kantor Pacuan saya bertemu dengan tetangga rumah sebelah. Ternyata ia bekerja di situ. Lalu saya titip pesanan kepadanya, kalau-kalau ada orang yang mau menjual kudanya dengan harga menarik. Kebetulan ia banyak info mengenai jual beli kuda di lingkungan Pulomas. ‘Yah, sudahlah sama yang ini saja yang sudah kenal, tolong cari kuda yang pas!’ Kata Syekh menyambut gembira. Kami pulang dengan rasa syukur. Allah perjalankan kami dengan berbagai peristiwa yang menggembirakan. Dan semua ini di luar prediksi dan kemampuan kami dalam menggapainya. Alhamdulillah. Lq, 28 Maret 2011 Sumber : http://www.al-idrisiyyah.com/read/article/199/acara-di-majelis-darut-taqwa-marwa-pulo-nangka-
Share this post :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Blog alidrisiyyah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger