Dakwah Lombok (1-4 April 2011) Bag. Pertama
Written By Unknown on Rabu, 06 April 2011 | 15.52.00
Perjalanan dakwah ke Lombok kali ini adalah yang ketiga. Sebelumnya Syekh Akbar Muhyiddin M. Daud Dahlan pernah berkunjung ke Lombok. Pertama, melalui perjalanan darat yang ditempuh selama 2 minggu (pp) dan kedua melalui pesawat. Murid Al-Idrisiyyah pertama yang berasal dari Lombok adalah Pak Ardiwan, yang dahulu pernah dinas militer di Jakarta. Melalui dedikasinya perjalanan dakwah kali ini berjalan dengan lancar, acara demi acara.
Kendala Penerbangan
Kegembiraan awal perjalanan yang kami terima dengan turunnya harga tiket dari Rp. 1,6 jt pp menjadi Rp. 1,1 jt tidak berlanjut dengan service penerbangan. Sempat tersendat dengan jadwal keberangkatan yang mundur selama 1 jam. Di ruang tunggu, 2 rombongan keberangkatan menunggu dengan harap-harap cemas pesawat yang akan menuju Balikpapan dan Lombok. Ketika diumumkan bahwa rombongan Lombok akan berangkat (setelah tertunda 1 jam), seorang penumpang tujuan Balikpapan berbicara keras memprotes kebijakan tersebut karena seharusnya jadwal ke Balikpapan lebih dahulu daripada Lombok. Ruang komunikasi dikuasai penumpang yang sudah tidak sabar karena menuntut kompensasi akibat keterlambatan tsb. Bahkan seorang pemuda berbadan kekar bersuara lantang meminta pertanggungjawaban pimpinan mereka. Para pegawai beserta pihak keamanan berhamburan keluar tidak mampu menenangkan suasana dan menjawab pertanyaan-pertanyaan orang tersebut. Saat orang yang sedang emosi dan dikerumuni beberapa petugas keamanan itu, kami melintasinya dan masuk ke dalam pesawat. Pesawat take off jam 8 malam.
Di waktu perjalanan pulang, semestinya kami sudah take off jam 6 pg, diundur menjadi jam 12.30 siang. Akibat keterlambatan ini sempat terjadi insiden serupa di loket bandara. Seorang oknum militer dengan sangat emosional mengancam mau menghancurkan loket, dan menembak petugas tiket. Di sela-sela insiden itu muncul artis Hengky Tarnando dengan kepala plontos, kami sempat berfoto bersama. Hengky menyatakan berkeinginan bertemu di Jakarta, mau menghadiri pengajian Syekh, Insya Allah.
Di bandara Sukarno Hatta, baru kali ini kami mengalami ketinggalan tas (barang) bawaan. Sebanyak 6 paket dari 14 paket barang tidak kami terima. Akhirnya keberangkatan pulang ke rumah tertunda beberapa jam. Saat itu pula seorang di antara complainer menekan petugas untuk menghadirkan pimpinan operasional (manajer) untuk mempertanggungjawabkan kinerja yang mengecewakan tersebut. Dengan mengaku anggota Dewan, orang itu mengemukakan kekecewaannya dengan nada emosional. Akhirnya, barang-barang yang tertinggal tersebut disepakati untuk dikirim melalui titipan Kilat ke alamat masing-masing. Syekh sebelum naik kendaraan memerintahkan untuk mengusut masalah ini dengan tuntas.
Wisata Kuliner
Waktu sudah larut malam saat kami tiba di rumah P. Ardiwan, sekitar jam 11.30 WITA. Kami tidak diperkenankan langsung istirahat sebelum menikmati hidangan spesial malam itu. Masing-masing telah disiapkan seekor Ayam Bakar Taliwang, makanan khas Lombok. Ayam Taliwang ukurannya lebih kecil dari ayam yang ada di Jawa. Tapi walau kecil, rasanya sama seperti ayam kampung lainnya, lebih gurih, dan lengkap kenikmatannya dengan paduan sambalnya mirip bumbu sate. Sajian ini membuat badan kami tegak kembali setelah perjalanan yang melelahkan, karena sebagian besar dari kami adalah jama’ah Tasik yang berangkat setelah Jum’at shubuh (malamnya habis pengajian). Mereka sudah tiba di bandara sekitar jam 2.30 siang, padahal keberangkatan pesawat jam 7.15 malam (ditambah jadwal penerbangan yang mundur satu jam).
Pagi hari kami sudah sarapan nasi goreng dengan kerupuk ceker. Kerupuk ceker inilah yang juga khas selalu kami nikmati setiap berkunjung ke Lombok. Kerupuk ceker ini rasanya seperti kerupuk kulit, meski agak sedikit keras panganan ini tetap mudah dikunyah (lebih gres) dengan sedikit ‘perjuangan’.
Pagi hari setelah sarapan kami berangkat menuju Pesantren Al-Hafiziyyah di desa Masjuring, Lombok Tengah. Setelah acara kami dijamu dengan sajian khas Lombok. Satu nampan berisi aneka lauk pauk. Ada sayur ares yang berasal dari batang pohon pisang. Sayur pepaya dibumbu kuning. Daging ayam sapi dengan aneka bentuk (semur, sate, kari, gulai), daging cincang berbalut pare, dll. Khusus daging sapi ini, rasa teksturnya agak sedikit berbeda dengan daging sapi yang ada di Jawa, rasanya mengarah (condong) kepada daging rusa. Memang rata-rata sapi di lombok dipelihara bebas (liar), tidak seperti sapi di Jawa umumnya yang dipelihara di kandang. Ada celorot, kue yang dibungkus dengan pilinan daun janur, kue bako yang rasanya manis (seperti tembakau yang dipadatkan). Semua sajian ini menunjukkan perhatian masyarakat pondok terhadap kehadiran kami.
Sore hari kami disuguhi kolak pisang dicampur dengan ketan. Rasanya seperti bulan puasa aja. Karena di Jakarta panganan seperti ini baru dijumpai di saat berbuka puasa.
Pada hari minggu sebelum kami menuju pantai, kami mampir ke sebuah rumah makan bergaya Lombok. Beberapa tahun lalu tempat ini begitu padat dengan pengunjung, tapi tidak saat kami datang. Kami masih bisa memilih tempat yang paling nyaman menurut kami. Kami duduk di sebuah saung yang kokoh, di setiap sisinya ditopang oleh 4 tiang yang terbuat dari kayu nangka. Di tengahnya terdapat sebuah meja makan besar yang bisa untuk menyajikan 10 sd 2 orang. Warna kayu menambah gaya tradisional rumah makan ini. Di sini kami menikmati hidangan soto ayam yang terkenal di daerah Lombok barat. Konon, tempe gorengnya istimewa dan cuma ada di waktu siang hari saja (malam tidak ada). Rasa gurihnya soto di sini memang beda dengan yang lain. (apa lagi kalau lagi lapar nymmm!)
Di pantai yang terkenal indah ini (konon melebihi Bali kata turis-turis), kami menikmati kelapa yang manis airnya tanpa gula. Menikmatinya sangat tepat setelah berjam-jam menenggelamkan diri ke air laut. Air kepala terasa nyess di tenggorokan. Stamina menjadi pulih kembali. Setelah bersih-bersih, kami terpaksa ‘berhadapan’ dengan aneka hidangan pantai. Ada ikan yang disate (dipanggang dengan sebatang bambu), sayur plecing (kangkung) yang empuk banget. Kangkung Lombok ini berbeda dengan kangkung di berbagai tempat, lebih banyak batangnya dan sedikit daunnya. Di Lombok pun tanaman ini tidak bisa ditanam di sembarang tempat (hanya di lokasi tertentu saja). Konon ada anak menteri yang datang jauh-jauh dari Jakarta ke Lombok, hanya memesan kangkung saja sebagai oleh-oleh.
Sop Balungan adalah hidangan pamungkas, yang pernah kami nikmati di rumah P Ardiwan. Sop Balungan isinya seperti sop iga, yang terdiri dari tulang iga yang berbalut daging. Sop ini seperti punya ‘hak cipta’, karena tidak semua orang Lombok bisa memasaknya. Sop Balungan yang kami nikmati ini bukan buatan sendiri melainkan dipesan langsung dari pembuatnya (pernah masuk acara Wisata Kuliner di sebuah stasiun Tv). Rasanya srupuutt! Kuahnya yang mantap berbeda dengan rasa sop iga di tempat manapun. Khas sekali rasanya. Keringat keluar sehabis makan diterpa angin semilir membuat badan semakin sueger.
Wisata Bahari
Tidak seperti tahun-tahun lalu, kami diajak oleh Pak Ardiwan berenang dan menyelami keindahan pantai Senggigi, kali ini kami dibawa ke pantai di Lombok Utara, tepatnya di dekat Pulau Gili Terawangan. Pantai tempat kami bersantai ini diapit oleh beberapa pulau kecil (mirip Sumur, Ujung Kulon), jadi tidak khawatir dengan ombak besar dan dijamin tidak terlalu dalam airnya. Saat kami menginjakkan kaki di bibir pantai, beberapa puluh meter kaki berdiri, yang kami rasakan hanyalah tanah dan rumput-rumputan pantai. Saat berenang kaki terasa nyaman dan tidak perlu khawatir dengan batu-batu karang kecil tajam yang biasa ada di pantai. Anak-anak dan wanita menjadi terasa nyaman berenang sepuasnya di sini. Di area pantai melengkung itu sepandangan mata tidak terlihat ada yang berenang, hanya kami saja (12 orang), padahal hari itu adalah hari Minggu di awal bulan. Pantai itu benar-benar menjadi ‘milik’ kami rupanya.
Syekh terlihat begitu menikmati kenyaman tempat ini. Beliau lah yang terakhir dari kami yang selesai menikmati pantai karena kami sudah merasa lelah berenang. Satu persatu dari kami mencoba alat snorkeling menyelam dan menikmati dasar pantai. 50 meter dari bibir pantai, kedalaman laut belum menenggelamkan badan kami seluruhnya. Air terasa tidak terlalu asin. Kejernihan air laut membuat apa yang ada di dasar pantai terlihat begitu jelas. Hal ini juga terlihat dari atas pesawat ketika beranjak meninggalkan Lombok menuju Jakarta.
Kalau mau memancing di tempat ini ada perahu yang disewakan, bisa untuk mengantar kita berkunjung ke beberapa pulau sekitar. Namun, saat itu kondisinya tidak terlalu menguntungkan untuk memancing. Konon, kalau malam hari jika mau, kita bisa mendapatkan udang atau lobster dengan mudah di dasar laut karena sedang istirahat.
(Bersambung)
Materi ceramah selama di Lombok dapat disimak di Gallery Audio (www.al-idrisiyyah.com) Insya Allah dalam proses
Lq, 6 Maret 2011
Sumber : http://www.al-idrisiyyah.com/read/article/201/dakwah-lombok-1-4-april-2011-bag-pertama
Labels:
External,
Safari Dakwah