Home »
» Labbaikallaahumma Labbaik!
Labbaikallaahumma Labbaik!
Written By Unknown on Senin, 18 Juni 2012 | 08.43.00
Sebanyak 24 orang jama’ah Al-Idrisiyyah telah mengikuti kegiatan Umrah tahun ini yang dipimpin langsung oleh Syekh M. Fathurahman, MAg (Mursyid Al-Idrisiyyah). Penyelenggaraan Umroh kali ini terlihat lebih maju daripada umroh tahun sebelumnya. Dengan pengalaman penyelenggaraan sebelumnya, pihak panitia berusaha mewujudkan ibadah umroh yang nyaman dan lebih baik. Kenyamanan ibadah umroh yang didukung oleh fasilitas inap hotel bintang lima adalah merupakan sarana untuk meraih kekhusyu’an, bukan sebagai tujuan yang melenakan. Sebab tujuan umroh bukanlah untuk wisata (jalan-jalan).
Meski cuaca panas yang mencapai 47 – 50 derajat Celcius, semangat jama’ah untuk melaksanakan ibadah umroh tidak surut. Seorang pilot pesawat Saudi Airlines ketika menyambut rombongan kami keluar dari pesawat bertanya, mengapa Anda melakukan umroh pada saat musim panas seperti saat ini? Maka dijawab oleh Syekh M. Fathurahman yang kemudian diterjemahkan pramugari dengan bahasa Inggris, ‘Kami datang ke sini tujuannya adalah untuk beribadah, tidak memandang mana yang lebih enak cuacanya. Bukankah pada masa Rasulullah Saw juga demikian kondisinya. Kami mengikuti sesuai Sunnah Rasulullah Saw!’
Kegiatan rutinitas selama di Mekkah adalah melaksanakan Umroh hampir setiap hari. Hanya satu atau dua jama’ah saja yang tidak mampu melaksanakan setiap hari karena faktor usia atau fisik (sakit). Dapat dimaklumi jika ibadah umroh atau haji banyak menguras energi karena memerlukan kondisi fisik yang prima untuk melaksanakan thawaf dan sa’i (berjalan atau berlari kecil sepanjang 3 km). Kegiatan thawaf dan sa’i saja memakan waktu 2 jam lamanya.
Setiap hari rombongan melaksanakan beberapa rutinitas ibadah rutrin berupa thawaf sunat, sholat Tahajjud, sholat fardhu berjama’ah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Syekh mengajarkan jama’ah untuk berinisiatif dalam meningkatkan amaliyah selama Umroh. Oleh karenanya sejak berada di penginapan, setiap jama’ah dapat melaksanakan i’tikaf atau ibadah lain tanpa mesti dikomandoi.
Puncak kepadatan Masjidil Haram adalah pada hari Jum’at. Sejak malam hari hingga sholat Jum’at, masjid dipadati umat dari berbagai penjuru dunia. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi ibadah haji nanti jika saat umroh saja sudah dirasakan padatnya manusia yang beribadah di sana. Oleh karenanya pihak Kerajaan Saudi terus melakukan perluasan pembangunan Masjidil Haram demi kenyamanan ibadah umat. Ada sekitar 4 menara yang sedang dibangun, dan bangunan-bangunan hotel lama di sekitar Masjidil Haram sedang diruntuhkan. Tampaknya pembangunan fasilitas ibadah di Arab Saudi bergerak lebih cepat karena didukung cuaca yang panas dan langka hujan sehingga mudah kering.
Syekh M. Fathurahman menjelaskan bahwa adanya banyak perbedaan teknis dalam beribadah ketika melaksanakan ibadah di tanah suci, seperti bacaan thawaf, sholat, sa’i, dsb. merupakan gambaran dinamika kondisi umat. Termasuk bagaimana kondisi umat yang mengejar fadhilah (bonus keutamaan) tapi meninggalkan yang wajib (lebih utama). Banyak yang berebut mencium hajar aswad sehingga mengganggu perjalanan thawaf dan ibadah orang lain. Padahal sudah disyari’atkan bagi yang tidak menjangkaunya dengan melambaikan tangan dan mencium tangannya.
Saat di Madinah (Masjid Nabawi) pun terjadi hal yang sama. Banyak umat yang berebut untuk mencapai Raudhah sehingga mengganggu orang lain yang sudah menduduki shaf awal. Ada yang datang belakangan malah mengganggu orang yang sudah duduk karena mengharapkan dekat dengan Raudhah. Demikianlah kondisi umat yang mengejar fadhilah untuk pribadinya tapi melupakan hak-hak ibadah orang lain.
Pada hari kedua, kami menuju situs-situs bersejarah umat Islam di wilayah Mekah dan sekitarnya. Tujuan utama perjalanan hari itu adalah Jabal Rahmah, yakni bukit yang dikenal sebagai lokasi pertemuan Adam As dan Siti Hawa. Sesampainya di sana Syekh Muh. Fathurahman mengajak peserta Umrah berkumpul untuk merenung peristiwa dan kegungan tempat yang kami kunjungi tersebut. Di bawah terik matahari, kami mendengar hikmah perjalanan kami dan ditutup dengan berpose bersama.
Kami mengambil miqat di Jiranah untuk mempersiapkan umroh kedua. Sesampainya di hotel kami segera mempersiapkan diri untuk menuju Masjidil Haram dan melanjutkan tawaf dan Sa’i. Meskipun kaki sudah berat melangkah karena pegal, namun kami memotivasi diri masing-masing agar kesempatan berada di wilayah suci tersebut tidak sia-sia. Alhamdulillah, kami diberikan kemampuan untuk melaksanakan Umroh yang kedua.
Pada hari ketiga kami mengunjungi tempat peternakan unta. Sekitar 2 jam yang dibutuhkan untuk tiba di sana. Dengan diantar bis AC, kami diantar di suatu tempat yang banyak mengembangbiakkan unta. Kebanyakan peternak unta berasal dari Sudan. Tidak hanya susu yang dijual di sana, air seni unta juga dijual dengan harga yang lebih tinggi daripada harga susunya. Menurut berbagai sumber air seni unta berharga mahal karena menandung khasiat obat.
Kami mengambil miqat di Hudaibiyah untuk prosesi umroh yang ketiga. Tempat pengambilan miqot adalah masjid Hudaibiyah. Hudaibiyah adalah tempat bersejarah di mana pernah terjadi perjanjian antara Rasulullah Saw dengan kaum Quraisy setelah Hijrah ke Madinah. Kaum kafir Mekkah menghalangi keberangkatan umroh Rasulullah Saw bersama ribuan sahabat yang menyertai Beliau Saw. Syekh M. Fathurahman menjelaskan betapa tinggi keimanan para sahabat sehingga perjalanan para sahabat beserta Nabi Saw saat itu amat jauh. Kalau kaum muslimin sekarang ini menempuh perjalanan dari Mekkah ke Madinah dengan mengendarai bis atau mobil (ber-AC lagi!), hanya dengan 5 jam saja. Sedangkan para sahabat menempuhnya dengan berjalan kaki atau berkendaraan unta. Dengan mengingat sejarah tersebut dan merasakan langsung kondisi alam Jazirah Arab yang sangat panas, maka kita sebagai umat amat bersyukur. Kalau para sahabat ibadahnya sabar maka ibadah umat saat ini adalah syukur.
Kembali kepada Masjid Hudaibiyah, kami sempat berpose bersama di depan bangunan masjid lama yang hanya terlihat bekas tembok tua besar berbatu. Kesan klasik yang tampak pada bangunan tersebut menggambarkan guratan kesederhanaan kehidupan Rasulullah Saw bersama para sahabat Ra.
Ketika kami kembali ke penginapan, kami langsung menuju ke masjid mengejar waktu maghrib untuk melaksanakan Umroh ketiga. Karena diselingi oleh sholat Maghrib dan Isya, aktivitas Umroh baru selesai sekitar jam 8.30 waktu setempat. Kami kembali ke penginapan mempersiapkan perjalanan menuju Masjid Nabawi (Madinah). Sebelum ke Madinah kami melaksanakan Thawaf Wada’ (perpisahan). Banyak kesan hati yang muncul saat itu, di antaranya adalah mengharapkan dapat kembali lagi ke Baitullah.
Sampai di Madinah, kami menginap di Hotel Al-Haram yang berjarak sekitar 10 menit dengan berjalan kaki. Jam menunjukkan pukul 10, sehingga mengharuskan kami istirahat untuk mempersiapkan sholat tahajjud dan shubuh esok hari.
Ketika kami sholat di Masjid Nabawi, kami sholat bersama hingga shubuh menjelang. Barisan demi barisan terisi penuh dengan jama’ah yang datang perlahan tapi pasti. Syekh Fathurahman memberikan arahan agar jama’ah tidak memaksa ke depan atau berjejal untuk berebut menempati Raudhah, agar tidak mengganggu hak-hak orang lain yang sedang ibadah bersama. Maka, Syekh memerintahkan kami untuk cukup mengucapkan Salam ketika melewati maqam Rasulullah Saw.
Seusai Shalat kami berkumpul (berhalaqah) untuk melakukan muhasabah dan doa di halaman Masjid Nabawi yang begitu lapang. Dikelilingi orang-orang yang silih berganti melewati kami, lantunan taushiyah Syekh Mursyid terdengar hingga matahari mengintip untuk keluar dari persembunyiannya.
Setelah Isyraq kami bergegas untuk berziarah ke maqam para sahabat Nabi Ra. yang lokasinya berada di samping Masjid. Di sana sudah ada ratusan orang yang berkunjung dari berbagai negara, baik perorangan maupun berkelompok. Di pemakaman Baqi tersebut juga disemayamkan salah seorang Mursyid Al-Idrisiyyah, yakni Syekh Ahmad Syarif Sanusi Al-Khathabi al-Hasani.
Di hari berikutnya yakni sehari sebelum keberangkatan kami pulang, jama’ah diajak mengunjungi situs sejarah Islam yang berada di sekitar Madinah, di antaranya adalah Masjid Quba. Di Masjid ini banyak kaum muslimin berziarah dan melaksanakan sholat. Di luar sudah banyak orang-orang yang berdagang berbagai macam oleh-oleh. Namun, pemandu menganjurkan untuk membeli kurma hanya di pusat perdagangan kurma yang letaknya tidak jauh dari Masjid Quba tersebut. Dan ternyata, sesampai kami di sana sudah tersedia tempat khusus untuk membeli oleh-oleh kurma dari berbagai jenis. Dari yang terjangkau harganya hingga yang mahal. Yang paling mahal adalah kurma ajwa yang dikenal sebagai kurma Nabi.
Di hari akhir kami mempersiapkan diri menuju airport (Jeddah), jam 8 pagi kami sudah berangkat menggunakan bis AC yang sudah dipersiapkan penyelenggara Umroh. Sebelum kami tiba sekitar jam 5 sore di airport, jama’ah masih sempat mampir di masjid terapung yang berada persis di pinggir pantai. Kami sempat melaksanakan sholat sunat dan berpose di sana sebentar.
Pesawat baru berangkat dari Jeddah sekitar jam 11 malam. Alhamdulillah jam 1 siang kami sudah berada di bandara Sukarno Hatta. Panitia Umroh dari BMT Al-Idrisiyyah telah siap menyambut kedatangan dan membantu keberangkatan jama’ah pulang ke rumahnya masing-masing.
Lq, 18 Juni 2012.
Sumber : http://www.al-idrisiyyah.com/read/article/312/labbaikallaahumma-labbaik