Headlines News :
Home » » Bagian Pertama dari 2 Tulisan Oleh-Oleh Dari 2 Kota Suci

Bagian Pertama dari 2 Tulisan Oleh-Oleh Dari 2 Kota Suci

Written By Unknown on Senin, 18 Maret 2013 | 10.05.00

Senin, 18 Maret 2013
Bagian Pertama dari 2 Tulisan
Oleh-Oleh Dari 2 Kota Suci
Umroh Feb \'13 Cover 1
                                                                 

طَلَعَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا مِنْ ثَنِيَّاتِ الْوَدَاعِ
Telah nampak pada kita semua, Sang purnama dari lembah Al-wada

Malam Jum’at (21/2) merupakan moment bahagia jama’ah bersua kembali dengan Syekh M. Fathurahman setelah beberapa minggu tidak mengisi pengajian di Tasikmalaya maupun di Jakarta.

Peserta Umroh berjumlah 47 orang, dan sebagian besar adalah berusia lanjut. Dalam umroh kali ini peserta ada yang berhasil melaksanakan 2, 3 dan 4 kali umroh. Start perjalanan langsung dari Jeddah menuju Madinah, yang ditempuh dengan ¾ jam. Lokasi penginapan (hotel) hanya berjarak satu langkah saja dari halaman Masjid Nabawi. Meskipun demikian ada cerita menggelikan, masih ada jama’ah yang tersesat, salah memasuki hotel atau kamar penginapan.
Umroh di awal tahun yang bertepatan dengan bulan Maulid ini meningkat sebanyak 40% di banding tahun sebelumnya. Fenomena tersebut disebabkan terbatasnya kuota Haji dari tahun ke tahun, karena bertambahnya keinginan dan kemampuan umat Islam di seluruh dunia untuk menunaikan ibadah haji.

Diistilahkan dengan Haji kecil, Umroh juga merupakan panggilan Allah,

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh” [Q.S. Al-Hajj: 27]

Labbaik [لبيك] merupakan bentuk jawaban yang kongkrit atas panggilan tersebut. Labbaik [لبيك] yang berarti kami datang memenuhi panggilan-Mu, yakni menyambut panggilan disertai dengan tindakan. Laa syariika laka [لا شريك لك], tiada panggilan yang lain melainkan panggilan-Mu, yakni bukan untuk panggilan atau pujian yang lain.

Tujuan setiap event ibadah adalah agar hati, jiwa raga menghadap Allah. Sebab semua dalam proses kembali kepada Allah, bukan ‘sedang datang’. Jangan sampai ketika Allah memanggil melalui Izrail, kita sedang membelakangi-Nya, karena masih asyik dalam kehidupan dunia. Akhirnya pulangnya dipaksa sebab keengganan pulang kepada-Nya. Ia menyesal dan merugi.
Harapan kita dengan belajar menghadap kepada-Nya di berbagai bentuk aktivitas ibadah, saat ajal menjemput jiwa raga telah siap menghadap, dan datang dalam keadaan ridha. Dan Allah pun ridha kepadanya, para malaikat dan Rasul menyambut kedatangannya, ia tidak sendirian berada di alam akhirat melainkan bersama para Shiddiqin, Syuhada dan Sholihin. Sebagaimana pesan Rasul agar tetap dalam keadaan berjama’ah [فعليكم بالجماعة], memelihara kebersamaan di jalan Allah.

Karunia (Mawahib) Umroh
Alhamdulillah di setiap perjalanan Umroh terdapat anugerah (mawahib) yang Allah berikan. Mawahib adalah anugerah nikmat yang tidak dapat diusahakan atau dibeli [يَرِدُ عَلَى الْقَلْبِ بِلاَ اكْتِسَابٍ]  seperti hidayah dan taufiq. Karunia tersebut semata-mata murni dari Allah, tanpa diminta kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Ada beberapa oleh-oleh perjalanan Umro
h kali ini, yang nilainya lebih abadi dan bernilai daripada makanan atau pakaian yang dibawa dari Tanah suci.
Cerita berawal ketika berada di Madinah, rombongan langsung menuju Masjid Nabawi sekitar jam 2 malam. Karena waktu Shubuh di sana sekitar jam 6, maka sekitar 4 jam menunggu sholat Shubuh. Pada malam itu kebetulan adalah malam Jum’at. Jama’ah menghidupkan 1/3 malam di Masjid Nabawi dengan sholat dan dzikir.

Waktu 1/3 malam adalah saat yang istimewa, di mana dalam suatu hadits disebutkan bahwa Allah SWT turun ke langit dunia. Ini berlaku di seluruh wilayah di dunia. Keistimewaan tersebut berlangsung hingga Fajar (sholat Shubuh). Dan para malaikat pun masih menyaksikan pada saat sholat Shubuh.

Karena begitu berdesak-desak orang yang memperebutkan tempat di raudhah, maka rombongan umroh Idrisiyyah menempati posisi shaf kedua di luar raudhah. Raudhah merupakan tempat yang berada di antara mimbar dan maqam Rasulullah Saw yang disebut sebagai salah satu taman dari taman syurga. Ungkapan tersebut merupakan targhib (motivasi) agar berlomba-loba untuk menempati shaf awal, bukan shaf akhir.
Ketika berada di masjid Nabawi di samping melaksanakan sholat juga berziarah kepada Rasulullah Saw (bukan makamnya). Sebab disebutkan dalam hadits,
مَنْ زَارَنِي بَعْدَ مَوْتِي فَكَأَنَّمَا زَارَنِي فِي حَيَاتِي

Barangsiapa menziarahiku setelah aku meninggal dunia, maka seakan-akan dia sedang berziarah kepadaku ketika aku masih hidup.” (HR. Baihaqi).

Maka sebagaimana seperti para sahabat mengunjungi Beliau Saw ketika masih hidup, maka Beliau melihat, mendengar dan menyaksikan apa yang dilakukan umatnya hingga saat ini.

Setelah melaksanakan sholat tahajjud 8 raka’at dan 3 raka’at witir, dilanjutkan dengan memperbanyak membaca istighfar dan sholawat ’azhimiyyah. Saat itulah Syekh diperlihatkan secara ruhaniyyah seluruh karakter manusia yang berasal dari berbagai penjuru dunia. Setelah diperhatikan, ternyata yang paling ramah kelakuannya adalah mereka yang berasal dari Pulau Jawa. Secara lahir terlihat jelas bagaimana kelakuan mereka dibandingkan lainnya sewaktu berada di masjid Nabawi ketika itu. Setelah itu, didapatilah informasi ruhaniah yang menyebutkan bahwa kemuliaan Islam di akhir zaman memiliki kiblat di Indonesia bukan di Timur Tengah. Dari Indonesia diurut menjadi Pulau Jawa. Dari Pulau Jawa diurut di Jawa Barat. Dari Jawa Barat, diinformasikan berada di Tasikmalaya.

Dalam sejarahnya komunitas muslim yang kaffah yang berpegang pada Al-Quran dan As-Sunnah yang dahulu telah berdiri di Timur Tengah, sejak tahun 1930 melalui wasiat Rasulullah Saw agar dibawa oleh Syekh Akbar Abdul Fattah untuk dikembangkan di Indonesia.
Mendengar informasi ini, Syekh M. Fathurahman memohon kepada Allah apakah ‘al aayah’ [الآية] yakni tandanya informasi tersebut sebagai bukti yang menguatkan. Dan sudah selayaknya apabila seseorang ingin menuju suatu tempat memerlukan suatu alamat.

Dahulu, ketika Nabi Zakaria diinformasikan akan mendapatkan seorang anak Beliau meminta ‘tanda’ dari Allah SWT, karena kondisi Beliau dan istrinya sudah tua. Maka Jibril As. mengambil sebuah ranting kering yang sudah lapuk, kemudian ditancapkan di tanah. Serta merta ranting tersebut tumbuh menjadi besar. Begitu pula kisah Nabi Ibrahim As yang meminta tanda dari Allah untuk menguatkan keyakinannya, dan Allah membuktikannya dengan menyatukan badan burung yang telah dipisah-pisah dan disebar ke 4 penjuru. [Lihat Surat Al-Baqarah: ] Tentu, al aayah’ [الآية] tanda bukti pada zaman sekarang berbeda dengan pada zaman dahulu.

Ketika sholat shubuh, sang Imam Masjid Nabawi sesudah Fatihah membaca Surat Ar-Rahman, yang di dalamnya berisi ayat tentang anugerah nikmat yang berulang-ulang [fabi-ayyi aalaa-i Robbikumaa tukadz-dzibaan]. Menjadi kagetlah Syekh mendengar ayat yang dibacakan tersebut.
Sesudah Salam terasalah karunia Allah yang begitu besar tertanam dalam hati. Jiwa sepenuhnya merasakan karunia yang tak terhitung. Kenikmatan syurga hadir dalam jiwa sepenuhnya. Jika menjalankan dunia sesungguhnya maka di dunia akan merasakannya, tidak perlu menunggu di akhirat. Syekh M. Fathurahman merasa al aayah’ [الآية] (tanda) tersebut masih perlu tambahan lagi. Beliau masih penasaran ingin mendapatkan bukti lainnya.

Maka ketika selesai, beranjaklah Beliau untuk mendatangi makam Rasulullah Saw dalam rangka meminta ayat (tanda) tadi. Saat itu sudah menjadi pemandangan biasa terlihat manusia berdesakan untuk mendekati makam tersebut. Beliau sengaja ingin menyendiri untuk berziarah saat itu, tapi ada saja beberapa jama’ah ikut serta mendampingi Beliau.

Begitu melewati depan makam Rasulullah yang di sampingnya terdapat makam Sayidina Abu Bakar Ra. dan Sayidina Umar Ra. maka di situlah karunia Allah yang besar ditampakkan kembali. Allah memperlihatkan wajah agung Rasulullah Saw, yang mengenakan abaya (jubah) dengan garis kuning berkerudung surban. Tampak jelas wajah Beliau dalam bentuk aslinya. Inilah sebagai tanda (bukti) yang kedua.

Fenomena wahyu yang diturunkan bermacam-macam. Pertama, wahyu bisa masuk ke dalam hati dan hati bisa mencerna maksud wahyu tersebut. Kedua, sampainya wahyu di belakang hijab. Ketiga, melalui perantara Jibril As. yang menyerupai pria yang tampan dan bersih.

Adapun hikmah atau ilham yang diterima oleh para Mursyid atau Ulama ’Arif Billah, ada kesamaannya. Yang paling banyak diterima adalah suara batin yang ditangkap oleh mata hati, yakni khawathir yang Haq (bisikan ruhani). Bisikan ruhani itu banyak sekali dan kecenderungannya adalah bisikan hawa nafsu yang mendorong kepada kejahatan (keburukan). Jika hatinya kotor yang sering datang adalah bisikan hawa nafsu.

Hikmah berupa penglihatan langsung (yaqzhah) Rasulullah Saw di kala jaga adalah jarang terjadi. Sebagaimana yang pernah dialami Mursyid-mursyid Al-Idrisiyyah (Syekh Ahmad bin Idris, Syekh Muh. bin Ali As-Sanusi), atau Mursyid lainnya.

Rasulullah  SAW bersabda: “Barang siapa melihatku dalam tidur, maka (seakan-akan) ia melihatku ketika terjaga, (karena) setan tdk bisa menyerupaiku”. (HR Al-Bukhori, Ibnu Majah, Muslim, Ahmad, Tirmidzi)
(Bersambung)

Sumber : http://www.al-idrisiyyah.com/read/article/383/oleh-oleh-dari-2-kota-suci

Share this post :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Blog alidrisiyyah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger